PERNYATAAN SIKAP BARIKADE 98 SUMATERA SELATAN
Jakarta, Jumat (09/04/21), SUMSELJARRAKPOS – Persoalan masih rendahnya harga gabah di Sumatera Selatan, menjadi perhatian khusus banyak pihak, dengan total luas lahan sebanyak 539.316 hektar sawah, dapat menghasilkan gabah berturut turut tahun 2018 sebanyak 2.994.191.84 ton, tahun 2019 sebanyak 2.603.396.24 ton, tahun 2020 sebanyak 2.696.877.46 (data BPS Sumsel) sehingga Sumatera Selatan menjadi penghasil beras No 5 di Indonesia, dengan hasil produksi yang melimpah tersebut seharusnya tidak terjadi persoalan untuk untuk harga gabah petani.
Mengacu apa yang terjadi di Sumsel sebagaimana apa yang menjadi fungsi dan kewenangan tersebut seharusnya tidak terdapat persoalan mendasar soal tata kelala beras dan gabah disumsel saat ini, Permendag No 24 Tahun 2020 Menjadi dasar dalam pembelian beras di tingkat petani oleh bulog dengan HPP, Permentan No 3 Tahun 2017 menjadi dasar pembelian gabah diluar kwalitas pemerintah di penggilingan dan pembelian beras di luar kwalitas gudang bulog.
Realiatas yang yang terjadi di sumsel sangat memprihatinkan, peran bulog yang harusnya menjadi oprator itu tidak berjalan dengan baik, kehadiran tiga pengusaha besar PT. Rusna Jaya Putra Pangan, PT. Buyung Poetra pangan, PT. Karya Jaya Mandiri, sebagai pemain gabah dan beras di Sumsel sekaligus menjadi mitra bulog Sumsel dalam membeli gabah petani dan mensuply beras ke bulog.
Sebagai mitra bulog ketiga perusahaan tersebut, menjadi mata rantai rente bisnis gabah dan beras di sumsel, di tambah adanya pemain baru ricemilling PT Belitang Panen Raya , dan PT Buyung Poetra sembada Tbk yang menjadikan Sumsel sebagai oprasi besar bisnis beras nasional, sehingga semakin mengokohkan peran para cukong sebagai penentu skema bisnis beras baik di tingkat harga beli dan harga jual petani disumsel , dimana potensi hasil gabah sumsel yang mencapai 2.4 juta ton/ tahun, serta produksi beras tahunan yang mencapai 1.5 juta ton/ tahun menjadi gula yang manis bagi para pemburu rente dari bisnis beras dan gabah di Sumsel dan Indonesia.
Dari situasi yang ada tersebut jika ditelisik lebih dalam lagi, dapat dilihat secara kasat mata bahwa dugaan adanya monopoly dan kartel dalam rantai bisnis gabah dan beras di Sumsel selama ini diduga dilakukan oleh lima cukong besar (PT. Rusna Jaya Putra Pangan, PT. Buyung Poetra pangan, PT Buyung Poetra sembada Tbk, PT. Karya Jaya Mandir, PT Belitang Panen Raya) hal ini didasarkan pada cakupan pembelian gabah petani, produksi gabah menjadi beras dan penjualan beras disumsel serta wilayah Indonesia lainya.
Adanya surplus beras Sumsel diangka 1.5 hingga 2 juta ton beras menjadi ceruk bisnis yang mengiurkan bagi para cukong beras, potensi inilah juga yang mendasari adanya dugaan praktek monopoli yang langgengkan oleh para cukong yang menggandeng para pihak serta oknum terkait dalam memuluskan praktek ilegal yang merugikan petani dalam jangka panjang, sehingga upaya para cukong ini juga adalah salah satu penyebab hancurnya harga jual gabah petani sumsel, (beli gabah murah jual beras mahal)
Menyikapi kondisi ini Barikade 98 Sumsel, manyampaikan tinjuan hasil investigasi/ repotese lapangan dan media sehingga kami menarik beberapa kesimpula sementara mendasar atas adanya dugaan praktek monopoli dan kartel dalam bisnis beras di Sumsel, hal ini di dapat di amati dari praktek tata kelola gabah dan beras di sumsel yang melibatkan Bulog, perusahaan ricemilling/cukong, pemerintah daerah, dan BUMD.
Lemahnya peran bulog sebagai oprator dalam tatakelola gabah dan beras selama ini, diduga terindikasi adanya intervensi dan main mata para cukong yang menjadi bagian dalam rantai bisnis bulog, mengapa hal ini kami sampaikan sehubungan hasil investigasi/kajian/telaah tehadap objek kinerja Bulog dengann adanya temuan yang mengarah pada upaya dugaan permainan mafia dan kartel yang mengkooptasi BULOG Sumsel dan Pemerintah Sumatera selatan dalam kaitanya dengan tata kelola produksi gabah /beras, tata kelola logistik dan distribusi gabah dan beras diantaranya :
- Adanya kebijakan bulog yang “tertunda” dari tahun 2016 untuk membangun ricemilling dan gudang di Banyuasin.
- Pembangunan dua pabrik ricemiling besar baru di Sumsel sepanjang tahun 2000
- Tidak masuknya Sumsel menjadi salah satu dari 13 daerah (Bojonegoro, Magetan, Jember, Banyuwangi, Sumbawa, Sragen, Kendal, Subang, Bandar Lampung, Karawang, Cirebon, Luwu Utara, dan Grobogan) yang akan dibangun Modern Ricemilling Plant ( MRMP) lengkap oleh bulog secara nasional disentra penghasil beras.
- Di buatnya 2 BUMD ( PT SAI, dan BUMD Sei Sembilang yang menyalurkan beras di kalangan ASN di Sumsel.
Berdasarkan fakta lapangan yang kami sampaikan diatas, bahwa dugaan praktek mafia dan kartel beras disumsel makin mendekati kenyataan jika dilihat dari ciri- ciri kartel diantaranya : Adanya persekongkolan antar beberapa pelaku usaha agar bisa memenangkan persaingan bisnis, timbulnya usaha untuk mengurangi atau menghapus persaingan bisnis, Adanya usaha untuk memonopoli pasar oleh beberapa pengusahan (literatur).
Sehingga untuk menyikapi kondisi akut tahunan persoalan rendahnya harga gabah ditangan petani, persoalan tingginya harga beras dipasaran serta dorongan terciptanya tata kelola niaga beras dan gabah yang adil, maka Barikade 98 Sumsel menyampaikan sikap dan tuntutan kepada pihak terkait :
- Meminta kepada Direktur Utama Perumbulog untuk mengalokasikan pembangunan 3 Ricemilling Plant dengan kapasitas produksi 90 Ton /Jam di Sumatera Selatan untuk mendukung kinerja Bulog dalam menyelamatkan harga gabah ditingkat petani sesuai dengan HPP.
- Mendorong dan meminta kepada Direktur Utama Bulog untuk melakukan reorganisasi ,mitra bulog sumsel yang sudah cukup lama lebih dari 20 tahun, sebagai bagain dari upaya pencegahan praktek kartel dan monopoly
- Mendesak Direktur Utama Bulog untuk dapat bersinergi dengan Kapolda Sumsel untuk dapat menurunka tim gakum untuk melakukan penyidikan,penyelidikan adanya dugaa praktek kartel, dan monopoli tata kelola gabah dan beras di Sumsel
- Meminta Direktur Utama Bulog mendesak Gubernur Sumsel untuk mengambil langkah strategis terhadap potensi terjadinya praktek monopoli dan kartel terhadap empat ricemiling besar di Sumsel
- Mendesak Direktur Utama Bulog mendorong Gubernur sumsel untuk mengeluarkan kebijakan pembelian gabah di tingkat petani dengan harga HPP.
- Meminta Direktur Utama Bulog mendesak kepada Gubernur Sumsel untuk menertibkan BUMD yang dijadikan alat perpanjangan tangan mafia beras dan gabah di Sumsel .
Cepat atau lambat tindakan yang akan diambil oleh Direktur Utama Bulog, Gubernur Sumsel dan Kapolda Sumsel akan menjadi catatan bersama bagai kaum tani di Sumsel, keringat yang tiap hari menetes akan menjadi sanksi bahwa negara tidak boleh kalah oleh para mafia dan kartel pangan, sudah cukup 30 tahun Sumsel dikusai kartel dan mafia beras dan gabah saatnya kembalikan kedaulatan pangan ketangan Bulog sebagai regulator dan oprator ketahanan pangan nasional.
Barikade 98 Sumse akan mengawal usulan pembangunan Ricemilling di Sumsel sebagai salah satu solusi menjaga marwah Bulog dan pemerintah dalam menegakan aturan soal HPP beras, upaya ini juga kami anggap sebagai salah satu cara melawan para mafia dan kartel pengusah beras di sumsel yang selama ini menjajah petani dengan murahnya harga gabah, sistem ijon atau rentenir, pembodohan petani dengan isu kualitas produk gabah yang jelek, serta adannya dugaan praktek suap menyuap para oknum pejabat pemerintahan, adanya dugaan penggunan backing oknum aparat serta dewan yang di gunakan dalam mengawal persekongkolan jahat ini.
Barikade 98 Sumsel akan senantiasa mendukung terwujudnya program ketahanan pangan presiden Jokowi di segala lini hingga titik darah terakhir!!, karena persoalan pangan adalah persoalan bangsa, persoalan tanggung jawab negara terhadap rakjatnya! Persoalan dalam mewujudkan sila ke lima pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. (Disampaikan di Jakarta, 09 April 2021, Kord Aksi Andreas OP dan Korlap Bambang Purnomo)